13020196861702805975
by google
Lara tertidur dengan air mata mengering di pipinya. Baru saja ia dimarahi mamanya karena tak mau menggosok giginya dulu sebelum tidur. Menggosok gigi sebelum tidur? Ah, bikin ngantuknya hilang saja. Padahal kalau kantuknya telah hilang, ia akan susah tidur.
Namun, mamanya selalu memaksa gadis kecil yang duduk di kelas 2 ini untuk sikat gigi. Biar nggak berlubang, kata Mama. Dan hari ini ia menolaknya mentah mentah. Ah, malas. Mamanya marah dan ia pun ngambeg. Masuk kamar, lalu mengunci pintu. Tertidurlah ia dengan air mata mengering di pipinya.

Dalam tidurnya, ia mimpi bertemu seseorang. Ah, bukan seseorang. Sesuatu. Sebuah gigi, seperti gigi yang ia punya. Kok hanya sebuah? Ya, memang. Gigi ini ternyata memiliki  sepasang kaki, tangan, mata, telinga, hidung satu, dan mulut yang juga satu.

“Siapa kamu?” tanya Lara.
“Aku Gigi, ” sahut gigi sambil tersenyum memamerkan sederet giginya yang rapi.
“Mengapa kamu ada di sini?” tanya Lara lagi.
“Aku akan memperkenalkan kamu dengan teman-temanku, Lara. Maukah kamu?”
“Tentu saja.”

Gigi pun mengajak Lara ke sebuah tempat. Di sana berkumpul banyak sekali teman yang serupa Gigi.
“Itu teman-temanku, ” tunjuk Gigi ke arah teman-temannya.
“Kok beda dengan kamu?”
“Ya, kan mereka tak pernah merawat diri sepertiku.”
“Memangnya, kamu juga mandi, ya.”

“Oh, iya, dong. Aku mandi minimal 2 kali sehari. Terkadang bisa 3-4 kali.”
“Pantes…”
“Harus, dong. Mandinya bukan pakai sabun, tapi pakai pasta. Disikat juga biar bersih dari daki. Itu, lho… seperti yang Mama Lara sediakan di rumah.”
Lara mengangguk-angguk.

“Coba lihat, Lara, ” kata Gigi sambil menunjuk ke sebuah arah, “Itu temanku, yang warnya kuning kecoklatan. Dia gak pernah mandi. Dekil, kan, jadinya.”
Lara mengangguk lagi.
“Yang hitam itu juga temanmu, Gi?” tanya Lara sambil menunjuk ke arah lain.
“Oh, iya, itu karena dia terlalu suka makan manis. Habis makan, tak pernah dibersihkan. Jadinya, ia keropos, deh.
“Oooo…”

“Eh, Ra, kalau keropos, rasanya sakit, lho. Cenut-cenut, pokoknya. Kalau dibawa ke dokter, bisa-bisa ditambal. Atau bahkan dicabut… hiiii…. ngeri.”
“Sakit, ya…”
“Oh, iya. Disuntik bius dulu, sih, tapi disuntik kan juga sakit. Belum lagi antrenya. Lamaaaa… banget.”
“Gak enak, ya.”

“Oh, iya. Karena itulah, gigimu juga harus dijaga, biar gak keropos. Biar gak berlubang. Biar gak banyak kotoran. Eh, kamu rajin gosok gigi, kan?”
Lara terdiam.
“Kok diam, Ra?”
“Eh, iya, iya…” Lara menjawab sedikit tergeragap.
“Eh, Ra, ada temanmu, tuh, ” tunjuk Gigi ke sebuah arah. Lara menoleh ke arahnya.

Dari kejauhan tampat sesosok gadis kecil tengah berjalan ke arah mereka. Gadis itu seusia dia. Rambutnya sama panjang dengan rambut Lara. Tingginya juga sama. Lho, mukanya juga sama. Ya, itu dia. Lara kembarannya tersenyum lebar ke arahnya.

Oh, tidaaaakkkk!!! Gadis kecil itu ompong. Tak punya gigi. Ada sedikit, tapi keropos Oh, tidakkk!!! Lara tak mau seperti dia!!!

“Mama!!!” teriak Lara, terbangun dari tidurnya. Nafasnya terengah-engah. Ah, untung hanya mimpi. Betapa leganya. Diambilnya cermin. Ah, giginya masih utuh. Segera ia bergegas menuju kamar mandi untuk menyikat giginya dengan sikat dan pasta gigi yang telah disediakan mamanya.
1302019726323499832
by google

0 komentar:

Posting Komentar