Judul
Novel : Betang Cinta yang Tumbuh dalam
Diam
Pengarang : Shabrina Ws
Penerbit : Elex Media Komputindo
Tahun : 2013
Tebal : 175 halaman
Susah
sekali untuk percaya bahwa penulis cerita ini belum pernah menginjakkan kaki di
bumi Kalimantan ketika melahirkan novel yang begitu indah ini. Novel ini
sebetulnya bukan fresh from oven karena sudah diterbitkan pada akhir tahun
2013 lalu, namun karena saya baru berkesempatan ke Gramedia beberapa hari yang
lalu, maka saya pun baru berkesempatan beli dan membacanya. Maklumlah, orang
udik, susah ke sana kemari, akses ke toko buku yang besar pun jauh.
Saya
sengaja menuliskan resensinya, mengingat setelah membaca novel ini, ceritanya
sampai terbawa mimpi (uhuk!). Memang bagus, sih. Bahkan pagi tadi, saya sengaja
buka atlas yang saya pinjam dari teman tetangga meja yang kebetulan mengajarkan
IPS, sekadar mengecek di mana Sungai Kahayan berada.
Novel ini
berkisah tentang kehidupan Danum yang begitu mencintai dayung. Maklumlah, ia
kan tinggal di rumah adat Kalimantan yang disebut dengan rumah Betang ini. Nah,
di rumah Betang ini, dulu Danum bersahabat dengan Dehen yang bercita-cita
mengelilingi dunia dengan mendayung. Benarlah, Dehen menjadi pedayung nasional
yang membawa nama Indonesia ke kancah internasional.
Banyak
kisah cinta yang tertuang dalam novel ini. Tak hanya cinta asmara, tetapi cinta
lain yang lebih universal. Cinta terhadap alam seperti yang dilakukan Kakek,
cinta sesama saudara antara Arba dan Danum, cinta Arba dan Danum kepada ayahnya
yang telah mengecewakan (sehingga mereka mau memaafkan ayah mereka), kasih
sayang antarsahabat seperti Danum dan Salli, dan yang paling menarik tentu saja
antara Danum dengan Dehen, sahabat masa kecil yang menyimpan cinta mereka
hingga mereka dewasa.
Begitu
manisnya si Dehen yang tiap kali ditanya tentang keberhasilannya di Dayung
selalu bercerita tentang teman kecilnya yang berbakat tetapi belum beruntung. Atau,
ketika Danum mengatakan tidak mau pacaran dan Dehen langsung melamarnya.
Sayang, Danum menolak karena Salli, sahabatnya, mencintai Dehen. Untunglah,
cerita ini akhirnya happy ending
dengan bersatunya Dehen dan Danum.
Secara
keseluruhan, cerita ini sungguh sempurna. Alur yang padat membuat novel ini
sangat menarik. Nyaris tak ada orang yang berwatak jahat, tetapi konflik tetap
tajam. Dari sini saya belajar, kemenarikan konflik tak harus secara fisik dan
antartokoh, tapi bisa juga dengan mengolah konflik batin yang dialami tokoh. Justru
mengolah konflik batin menjadi tajam itu lebih menarik dan alami. Seperti
misalnya Danum yang harus satu tim dengan Salli yang diduganya adalah pacar
Dehen. Ia harus mengatasi rasa sakit hatinya demi berjuang untuk kemenangan tim
mereka. Pula, ketika Danum harus meninggalkan rumah Betang dan Kai. Konflik
batin-konflik batin inilah yang dipoles penulis sedemikian rupa sehingga
membuat novel ini padat, berbobot, dan tentu saja memiliki daya tarik yang kuat.
Kelebihan
lain? Banyak sekali. Dari sisi moral, novel ini banyak memberikan kita
pengayaan. Banyak nasihat yang muncul tanpa kesan menggurui. Seperti kata Arba,
"Jangan memulai apa yang tidak bisa kamu selesaikan". Sama saja
mengajari kita agar menyelesaikan apa
yang sudah kita mulai. Tentang kakek
yang begitu cinta akan alam sehingga berkeliling hutan mencari buah-buah ulin
dan mengembangbiakkannya. Tingkah laku islami yang sesuai dengan Al Quran juga
tersampaikan di sini melalui paparan dan dialog-dialog yang ringan sehingga tak
membuat kening berkerut tetapi mudah untuk dipahami dan dilaksanakan.
Banyak
kalimat-kalimat manis yang bisa membuat kita tersenyum di sini. Tersenyum
karena tersentil atau karena memang manis betulan. Wanita adalah makhluk yang
sempurna menyimpan kenangan, begitu kata status teman si Arba. Atau kata si
Dehen yang tak pernah takut kalah tetapi lebih takut kalau melihat Danum kalah.
Hoho, manis, kan?
So, itu
resensi saya tentang novel ini. Rugi kalau kalau nggak beli karena harganya
juga cukup murah. Kalau ada satu kekurangan, barangkali warna covernya terlalu
soft sehingga saya kesulitan mencarinya di rak buku. J
3 komentar:
Belum punya...
bagus resensinya... ^_^
Makasih, Fenita...
Tidak ada ruginya beli buku ini. Kecil tapi luar biasa. :)
Terima kasih ya Mbak Dian, sudah berkenan membaca novel ini dan membuat catatannya :)
Posting Komentar