Barangkali, ambisi itu memang penting. Entahlah. Selama ini saya adalah orang yang mengikuti hidup yang mengalir, mengalur mengikuti takdir yang membawa saya, dan barangkali sedikit bertahan jika ada angin kencang yang mengubah arus hidup saya menuju haluan yang keliru.

Selama ini, ke mana saya melangkah, hanya seolah mengikuti tangan Tuhan saja. Saya masuk sekolah juga begitu, masuk kuliah juga. Ketika itu saya mendapatkan tawaran PMDK ke IKIP dan saya daftar, kemudian diterima, ya saya kuliah begitu saja. Saya masuk jurusan yang dianjurkan oleh guru saya, dengan asumsi bahwa saya tak mungkin diterima melalui PMDK karena rapor saya ya begitu-begitu saja. Ketika saya diterima, ya saya jalani kuliah dengan begitu-begitu saja. Lulus dengan begitu-begitu saja, mencari tempat magang menjadi GTT, dan mengikuti tes CPNS setiap kali ada kesempatan. Ketika saya gagal mengikuti tes karena seleksi yang terkadang tak fair, saya pun biasa saja. Toh, akhirnya mengikuti arus, saya diterima menjadi PNS ketika seleksi dilakukan secara jujur.



Semua memang biasa saja bagi saya. Saya jadi guru biasa, dengan harapan ada beberapa murid saya yang merasakan bahwa saya luar biasa, hehehehe. Cukup itu. Melihat anak-anak lulus dengan nilai yang meningkat setiap tahun saja sudah menjadi hal yang sangat membahagiakan bagi diri saya. Menjadi guru biasa.

Adalah hal yang biasa bagi saya jika saya mengikuti beberapa tes sebagai guru dan mendapatkan nilai yang cukup baik. Ini bukan hal yang membuat saya besar kepala karena saya pikir juga bukan hal yang luar biasa. Jika kemudian saya dipercaya beberapa kali menjadi kontributor bagi MGMP, ini saya pikir bukan karena saya yang terbaik melainkan karena saya selalu mengumpulkan tugas-tugas yang diberikan tepat pada waktunya. Ah, itu biasa bagi saya karena mengumpulkannya tepat waktu merupakan wujud penghargaan saya kepada sang pemberi tugas yang juga telah menghargai saya. Semua biasa saja, dan semua berjalan seperti air yang mengalir.

Lalu, datanglah Senin itu. Senin ketika saya terpilih menjadi ketua MGMP yang sebenarnya jauh dari bayangan saya, apalagi dari angan-angan saya. Sama sekali tak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk memimpin organisasi guru mapel sekabupaten ini karena memang saya tak pernah memiliki ambisi. Dan, karena tak pernah memiliki ambisi itulah saya benar-benar jatuh, serasa terjun bebas, dan seakan patah hati diputuskan oleh Brad Pitt. Berhari-hari saya seperti orang kebingungan, seperti pendaki gunung yang kehilangan kompas dan jam tangan, tak tahu bagaimana harus melangkah. Setiap helaan nafas hanya mengandung tangis karena sesungguhnya menjadi pemimpin itu tak mudah.

Ya, saya memang tak pernah memiliki ambisi. Oleh karenanya, saya benar-benar terpuruk ketika itu. Entahlah. Barangkali kita memang harus memiliki sedikit ambisi agar hidup tak hanya mengikuti arus. Tapi,  bagi saya, tak demikian adanya. Saya mau hidup biasa, menjadi guru biasa, yang semoga bisa menjadi luar biasa di hati anak-anak didik saya. Saya mau hidup saya mengalir seperti biasanya. Kalau bisa.

Ramadhan 2013H.
sekadar catatan

0 komentar:

Posting Komentar