Pada panas pendiangan  yang menyala-nyala
terkabar tentang  bara hati Rama
ketika mengingat kala Sinta  tertawan Rahwana

Pada panas pendiangan yang menyala-nyala
terkabar tentang remuknya hati Sinta
yang redam atas  ragu sang kekasih jiwa

Masuk, masuklah Sinta
jika engkau nyata tak berdosa
tak mungkin ragamu termakan bara.”


Sinta mengkerut
bukan karena hatinya takut
ia hanya terkejut
mengapa Rama menjadi pengecut?

Tidak, tidak, Kangmas
Aku memang bersalah telah tertawan rupa si kijang emas
namun, bukan berarti  tubuhku telah terkemas
dalam dosa titipan Sang Dasamuka.”

Masuk, masuklah Sinta
jika engkau nyata tak berdosa
tak mungkin ragamu termakan bara.”

Pada panas pendiangan yang menyala-nyala
senyala hati Rama, meragukan kesucian Sinta
senyala hati Sinta, menatap bara di depannya. 
Bukan, bukan karna takut  bara kan memakan raganya
hingga tubuhnya akan menjelaga.
Sebab ia tak  tersentuh Sang Dasamuka.
Namun kobar jiwa Sinta karna selaksa kecewa
atas ketakpercayaan sang belahan jiwa.
Bukan cinta, kalau tiada percaya.
Bukan cinta, kalau tak terima atas segala ada.

Masuk, masuklah Sinta
jika engkau nyata tak berdosa
tak mungkin ragamu termakan bara.”

Sinta pun masuk dengan sejuta mantra
agar api tak sungkan memakan dirinya.

Terinspirasi dari kisah Ramayana.
(26-3-2013)

3 komentar:

Intan Jelita mengatakan...

mbak.. maaf.. tolong jangan menyampaikan epos dengan cara yang salah apalagi bila mbak sendiri tidak tau ajaran dharma yang terkandung di dalamnya.. bila ingin mendalami ramayana tolong cari di google cerita versi India sekaligus dengan sloka-slokanya.. saya mengerti, ketidaktahuan lah yang menyebabkan kesalahan.. maaf mbak.. kharma phala berlaku

Dina Friska Pakpahan mengatakan...

nyimak....

Dian Khristiyanti mengatakan...

Hai, Hogwart, maaf bari bisa membalas komen karena lama tak mengunjungi blog ini. Terima kasih sudah berkunjung dan berkomentar. Juga buat Dina.
Hogward, saya menulis puisi ini, bukan untuk menentang dharma. Sama sekali tidak karena saya bahkan tak mengenal dharma dan juga karma pala, juga seloka seloka. Saya menulis puisi ini setelah membaca kisah panjang tentang Sinta, lho, tapi mungkin saja dengan versi yang berbeda dari aslinya, karena setahu saya cerita ini sudah berkembang sedemikian jauh menjadi beragam versi.
Saya hanya memasukkan perasaan saya sebagai perempuan ketika diragukan oleh suami yang dicintai. Itu saja.
Sebagai referensi, saya buka buka google, dapat link-link ini:
http://karatonsurakarta.com/ramayana.html
http://anaktertua.wordpress.com/2012/10/30/legenda-rama-sinta-versi-tere-liye/
http://www.sitasingstheblues.com/
http://sahadbayu.blogspot.com/2012/09/rahwana-ular-dan-cinta-yang-di-luar.html
http://serasah.blogspot.com/2011/06/shinta-dan-rama.html
Demikian, Hogwarts, terima kasih. :)
Semoga menjadikan maklum, yaa...

Posting Komentar