Masa anak-anak adalah masa yang menyenangkan. Masa bermain dan bersosialisasi.Waktu kecil dulu, meskipun rumah saya di gunung, sudah ada sebuah taman anak-anak. Tidak berupa bangunan tersendiri seperti sekarang, tetapi masih nebeng di rumah seorang sesepuh desa yang ruang tamunya saja bisa digunakan untuk mendirikan 4 rumah sederhana.
Setiap hari saya diantarkan oleh pengasuh saya karena ibu saya harus mengajar.Saya tak suka sekolah, jadi setiap hari saya nangis dulu sebelum sekolah. Kalaupun mau, Yu Mah, pengasuh saya, harus menemani. Tidak di dalam sih, cukup di luar saja asal terlihat dari dalam. Kalau dia tak tampak, pasti deh saya mewek mewek.

Gurunya adalah kerabat saya masih terhitung bulik. Suatu hari, beliau bertanya: siapa yang masih mimik ibu? Tak ada yang menunjukkan jari. Saya juga tak mau menunjukkan jari, meskipun saat itu saya masih mimik ibu saya. Suatu hari, guru saya ini main ke rumah ibu saya. Tak disangka, saat bermain saya jatuh. Saya pun menangis. Melihat saya menangis, ibu saya segera memangku saya dan mengeluarkan payudaranya. Hahaha ... dengan malu malu, saya pun segera menyambutnya dengan hisapan kuat. Oh, ya, saat itu saya masih netek sampai usia saya 5 tahun. Usia 5,5 tahun saya masuk Sekolah Dasar.

Teman saya banyak sekali. Gurunya 3. Setiap hari, kami diajarkan menyanyi dan menjajar gambar telur di buku tulis. Waduh, saya paling sebal dengan pekerjaan ini.Lha, saya gak suka nulis, telur saya saja berjajar tak tentu garisnya, besar kecilnya.Pelajaran nyanyi saya suka. Lagunya si Kancil, Pelangi, Bintang Kecil. Masih lagu zaman dulu, belum bervariasi seperti anak-anak zaman sekarang. Kami maju bergantian.

Suatu saat, giliran teman saya yang bernama Sukaenah maju ke depan. Ia disuruh Bu Guru menyanyikan lagu Si Kancil. Ia pun naik ke mimbar kecil di depan kelas. Dan mulailah ia bernyanyi:
Si Kancil anak nakal
suka mencuri timun ...

Namun, tiba-tiba ia menangis dan tak mau melanjutkan nyanyinya. Ketika ditanya Bu Guru, jawabnya, "Bu, saya tidak mencuri timun, kok ..."

Hahahaha ... Sukaenah yang panggilannya Suka ini menyangka bahwa dirinyalah yang dituduh mencuri timun. Ia pun tak mau dikejar apalagi tak diberi ampun.

0 komentar:

Posting Komentar